Minggu, 20 April 2014


PDF Print E-mail
www.majalah-alkisah.comanyak hal yang membalut dan membelit kehidupan kaum muslimin yang kesemuanya ini adalah realitas. Sehingga perlu perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua.

Di sela-sela peringatan Haul Al-Quthb Habib Ahmad bin Hasan Alatas di bilangan Condet, Ja­kar­ta Timur, alKisah mewawancarai seorang tokoh muda habaib yang unik, yang kesehariannya tak lepas dari kiprah di dunia pendidikan dan sosial yang tengah dirintisnya bersama sejumlah sesepuh dan kawan sejawatnya.
Habib Muhammad Anies bin Syech Baraqbah, demikian namanya. Pria kelahiran Surabaya, 25 November 1969, ini besar di daerah kelahirannya. SD hingga SMA ditempuhnya di Surabaya, tepatnya di perguruan Al-Khairiyah, yang cukup dikenal. Di sela-sela belajarnya, ia menyempatkan diri untuk bergumul dengan pengetahuan-pengetahuan agama sebagaimana ajaran kaum salaf. Ia mulazamah (tekun) mengaji kepada Syaikh Umar bin Ahmad Baraja dan putra­nya, Syaikh Ahmad Baraja, serta ke­pada Syaikh Abdullah Barmain di Masjid Ampel.
Selepas SMA, ia hijrah ke Jakarta se­telah lulus tes untuk melanjutkan pen­didikan di LIPIA hingga tamat di jurusan Qism Al-Mu’allimin. Tahun 1995, ia berangkat ke Hadhramaut, dengan tujuan belajar di Rubath Tarim Habib Hasan Asy-Syathiri. Alih-alih belajar, ia malah diminta untuk turut membantu mengajar di rubath tersebut, terutama membantu para santri baru yang belum menguasai benar bahasa Arab.
Setelah dua tahun di sana ia kembali ke tanah air untuk menggeluti dakwah dan pengajaran. Mula-mula ia mengajar di Majelis Maktabah Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan, dan selanjutnya hingga kini mengasuh beberapa majelis, di antaranya Majelis Al-Burdah, Majelis Ar-Rauhah, kesemuanya di Jakarta.


Berangkat dari Keprihatinan
Tak seperti kebanyakan Habaib lainnya, yang terjun ke dunia dakwah, Habib Anies lebih banyak memfokuskan perhatiannya kepada lembaga yayasan yang dibentuknya beberapa tahun silam.
Semua ini bermula dari sebuah ke­pri­hatinan yang besar tentang fenomena generasi Islam yang kukuh beragama yang dikhawatirkan hilang. Pola hidup keluarga muslim acapkali berganti se­iring bergantinya zaman. Seorang ibu, yang dikatakan Nabi SAW sebagai madrasah ula (sekolah pertama bagi putra-putrinya), kini banyak yang tak la­yak sebagai pendidik keluarga. Sedang­kan ayah be­gitu disibukkan dengan urus­an mencari naf­kah, se­hingga tak lagi mem­beri per­hatian pendidikan, khusus­nya ruhani, bagi anak-anaknya. Mereka tak peduli de­ngan ajaran orangtua-orangtua ter­da­hulu, sebaliknya dengan bang­ga mem­per­tontonkan budaya yang merusak.
Pada sisi lainnya, sistem pendi­dikan yang berlaku saat ini memini­malisir porsi pelajaran agama dan segala sesuatu hal yang berbau pen­didikan agama. Masya­rakat pun ku­rang mengontrol pendidikan yang berlangsung saat ini. Dan masih ba­nyak hal yang membelit kehidupan umat, termasuk kaum muslimin.
Itu semua sudah menjadi fakta, bu­kan sesuatu yang hanya kelihatan feno­menanya.
Berangkat dari berbagai kepriha­tin­an itu, semenjak beberapa tahun silam Habib Anies mencoba bergan­dengan tangan dengan sejumlah pi­hak yang me­miliki kesamaan ide per­juangan untuk mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama “Tadzkir­un Naas Ila Thariqil Akhi­rah”. Nama Tadzkirun Nas sendiri, tanpa kalimat setelahnya, diambil dari kitab yang memuat kalam-kalam Al-Habib Al-Quthb Ahmad bin Hasan bin Abdul­lah Al-Attas, yang arti sepenuhnya peringat­an bagi manusia menuju jalan akhirat.
Tahun 2009 menjadi awal resmi­nya yayasan ini berjalan, setelah sepuluh ta­hun sebelumnya bergerak tanpa bentuk nama yang resmi me­nurut undang-un­dang yang berlaku di negeri ini. Yayasan ini resmi ter­daftar sebagai yayasan yang sah di Departemen Hukum dan HAM tanggal 19 November 2009 Nomor 019/NOT/X/2009 dengan NPWP Nomor: 02.995.173.8-005.000.

Diakui Pesantren
Taman Pendidikan Al-Qur’an Al-Amanah adalah salah satu lini kegiatan pendidikan yang dibangun Habib Anies bersama kawan-kawan sejak tahun 2000. Lembaga pen­didikan dasar bagi anak-anak ini ter­diri dari dua kelom­pok waktu: pagi dan sore. Lulusan­nya pun diakui di kalangan pondok-pondok pe­santren, lantaran sudah ter­bentuk de­ngan materi yang diajar­kan di pesantren, sehingga tinggal pendalaman dan pe­nguatannya. “Di Darul Lughah Lawang, anak-anak di­dikan kita se­perti telah akrab dengan materi-ma­teri yang dulu didapatkan­nya di sini, sehingga mereka tidak cang­gung lagi,” ujarnya. Biasanya didikan TPA ini melanjutkan jenjang pendidikan berupa pengajaran ma­teri yang ke­semuanya disampaikan dalam baha­sa Arab.
Berbicara tentang pendidikan, dalam pandangannya, pendidikan sekarang terkesan garing. Murid ke sekolah hanya untuk mendapatkan ilmu, lepas dari itu selesai sudah. Guru juga demikian, se­kadar meng­ajar tanpa ada hubungan bathiniyah dan keteladanan. Lalu dari sana terlahir anak didik yang seperti robot yang berjalan.
Idealnya, seorang guru seharus­nya digugu dan ditiru, dan anak-anak itu mem­butuhkan sosok yang patut ditiru. Sehingga Habib Anies melihat, kebutuh­an akan guru yang bersifat murabbi (pendidik) mutlak diperlu­kan. Apa yang dikatakan, dicontoh­kan, dan diamalkan seorang guru, akan menjadi kenangan terhebat bagi muridnya, karena murid bu­tuh keteladanan sang guru. “Pendi­dikan salaf kita masih yang terbaik. Me­reka memperhatikan aspek psikologis anak muridnya dan mengisi relung ba­thin mereka sebagaimana mereka juga mengisi relung bathin mereka sendiri,” katanya penuh semangat.
Lini kegiatan lain yang tengah di­bangunnya adalah membentuk lembaga zakat, infaq, dan sedekah, yang menam­pung amanah masyarakat. Yang demiki­an itu demi membiayai kegiatan-kegiat­an sosial yayasan yang dipimpinnya. Se­tiap saat ada saja warga yang butuh ulur­an tangan, seperti tunggakan sekolah anak bahkan hingga pembayaran listrik bagi keluarga tak mampu. “Wah, berba­gai macam keluhan, terutama ekonomi warga tak mampu yang datang ke kantor yayasan ini...,” jawabnya tatkala ditanya­kan perihal masalah yang dihadapinya.
Namun, secara rutin, yayasan juga me­miliki agenda bulanan dan tahunan untuk kegiatan sosial-ekonomi, seperti penyantunan anak-anak yatim, janda-jan­da tua dan orang-orang jompo, dan keluarga tak mampu, mengadakan su­natan massal, termasuk yang mende­sak, seperti memberikan bantuan bagi orang-orang yang sakit dan dalam pera­watan rumah sakit serta korban banjir dan gempa.

Nasihat Habib Anies Baraqbah
Pada aktivitas keagamaan lainnya, yayasan juga melakukan pembinaan muallaf, nikah massal, peringatan Maulid dan haul, yang pengorganisasiannya di­tangani yayasan. Termasuk di dalam lini kegiatan ini adalah pengajian bulanan, pengajian Ramadhan, dan kajian-kajian ilmiah diniyyah lainnya.
Saat ini, di samping disibukkan de­ngan rencana pendirian lembaga ZIS, Habib Anies juga tengah disibukkan de­ngan menggarap sistem kurikulum yang kelak bisa diaplikasikan buat kegiatan-kegiatan kajian keagamaan dasar hing­ga sistem pesantren. Dengan dukungan pe­nuh yang diberikan Habib Alwi bin Idrus Alaydrus, cucu Habib Umar bin Hud Alatas, serta bersama kawan-ka­wan, perlahan namun pasti, insya Allah tujuan mulia yang dicintai Rasulullah SAW ini kelak akan terwujud. Pembaca yang ingin tahu lebih banyak yayasan yang dipimpin Habib Anies ini dan ingin menginfaqkan sebahagian hartanya bisa mengklik website yayasan, dengan ala­mat www.tazkirunnas.org.
Mengakhiri perbincangan dengan alKisah,  tokoh muda yang gandrung beraktivitas sosial ini menyampaikan nasihat teramat berharga buat pembaca.
Pertama, nasihat buat para orang­tua. Doa orangtua adalah kekuatan ter­besar untuk anak-anaknya. Betapapun kaya orangtua, itu tidak menjamin ke­suksesan hidup seorang anak. Maka patutlah mencontoh Nabiyullah Ibrahim AS, yang, walaupun kaya raya, tetap banyak mendoakan putranya.
Kedua, nasihat bagi para ibu. Allah dan Rasul-Nya telah begitu memuliakan status ibu di atas ayah, maka jadilah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sentuhlah dengan sentuhan amal dalam pembentukan karakter anak-anak. Ben­tengilah anak-anak dari sistem pendi­dikan dan budaya yang merusak serta pe­mahaman-pemahaman yang tidak se­suai dengan salafunash shalihun.
Nasihat ketiga, buat anak-anak re­maja. Hendaklah menempa diri dengan ilmu pengetahuan, terutama agama, dan berbakti kepada kedua orangtua. Penge­tahuan agama butuh implementasi, maka ikatlah ilmu dengan amal, dengan di antaranya dan terutama birrul wali­dayn, berbakti kepada kedua orangtua. Insya Allah, hidup senantiasa dalam ke­berkahan. Amin.

0 komentar :

Posting Komentar

Jangan Lupa Komennya