Kamis, 26 Juni 2014

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN

1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.

6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
 

SUNNAH-SUNNAH PUASA

Sunah puasa ada enam :
Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.

HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN

Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
Jima' (bersenggama).
Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
Keluarya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.


Puasa yang disunatkan:
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.

PESAN DAN NASEHAT
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.


QIYAM RAMADHAN

1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
Keutamaan Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ‘alaihimus salam.” (Tafsirul Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)

Kamis, 01 Mei 2014


Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.

Rajab di Antara Bulan Haram

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Di Balik Bulan Haram

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).

Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab

Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Rabu, 30 April 2014

1.Qosidah yahabib maulid ponpes anwarut taufiq 2 februari 2014
2.qasidah_annabishollualaih_maulid ponpes anwarut taufiq 2 februari 2014.
3.qasidah_birosulillah baru_masjid an nur cokro pakis 23-09-2013
4.qasidah_ashubhubadasholatullahsalamullah_dzikro maulid ponpes anwarut taufiq 2 februari 2014.
5.qasidah_kampungislam batu 10 maret2014.
6.qasidahyartahqalby_pp sabilul rosyad 17 februari 2014.
7.qasidahsyechjihadalkaluti_pp sabilul rosyad 17 februari 2014.
8.qasidah_ahlanwasahlan_masjid 8 sabilillah januari 2014.
9.qasidah_busyrolana_gedog turen 24-03-2014.
10.qasidah_madadmadad_dzikro maulid ponpes anwarut taufiq 2 februari 2014.
11.qasidah_ahlanwasahlan_masjid 8 sabilillah januari 2014.
12.qasidah_allahuallahkhoirul bariyah_ketawang gondanglegi 16 desember 2013.
13.qasidah_allahuallahu_kampungislam batu 10 maret2014.
14.qasidah_ihilamalallahallahighfirlimanqodasha_masjid muristul jannah - kebalenwetan 9-9-2013.
15.qasidah_kyai maslul_masjid noor kidul pasar 31 desember 2013.
16.qasidah_kyai maslul_panti asuhan al islah11-11-2013 plaosanmalang.
17.qasidah_kyaimaslul_busyrolana_uin maliki malang 10 november 2013.
18.qasidah_kyaimaslul_yaahadi_gedog turen 24-03-2014.
19.qasidah_lailahailallah_kampungislam batu 10 maret2014.
20.qasidah_nabiyilhuda_pp al huda ngebruk - sumberpucung 07-10-2013.
21.qasidah_waqtassaharya hanana_pp al huda ngebruk - sumberpucung 07-10-2013.
22.qasidah_qotamamallahsubhanallah_masjid 8 sabilillah januari 2014.
23.qasidah_yaahannanyaamannan_gedog turen 24-03-2014.


Minggu, 27 April 2014



Dia seorang Imam al-Qutb yang tunggal dan merupakan qiblat para
auliya' di zamannya, sebagai perantara tali temali bagi para pembesar
yang disucikan Allah jiwanya, bagai tiang yang berdiri kokoh dan
laksana batu karang yang tegar diterpa samudera, seorang yang telah
terkumpul dalam dirinya antara ainul yaqin dan haqqul yaqin, beliau
adalah Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Imam
(Wadi-al-Ahqaf) Habib Umar bin Segaf Assegaf.

Nasab yang mulia ini terus bersambung dari para pembesar ke kelompok
pembesar lainnya, bagai untaian rantai emas hingga sampailah kepada
tuan para pendahulu dan yang terakhir, kekasih yang agung junjungan
Nabi Muhammad SAW.

Habib Abu Bakar dilahirkan di kota Besuki, sebuah, kota kecil di
kabupaten Sitibondo Jawa Timur, pada tanggal 16 Dzulhijjah 1285H. Dalam
pertumbuhan hidupnya yang masih kanak-kanak, ayahanda beliau tercinta
telah wafat dan meninggalkannya di kota Gresik. Sedang disaat-saat itu
beliau masih membutuhkan dan haus akan kasih sayang seorang ayah. Namun
demikian beliau pun tumbuh dewasa di pangkuan inayah ilahi didalam
lingkungan keluarga yang bertaqwa yang telah menempanya dengan
pendidikan yang sempurna, hingga nampaklah dalam diri beliau pertanda
kebaikan dan kewalian.

Konon diceritakan bahawa beliau mampu mengingat segala kejadian yang
dialaminya ketika dalam usia tiga tahun dengan secara detail. Hal ini
tidak lain sebagai isyarat akan kekuatan ruhaniahnya yang telah siap
untuk menampung luapan anugerah dan futuh dari rabbnya Yang Maha Mulia.

Pada tahun 1293H, segeralah beliau bersiap untuk melakukan
perjalanan jauh menuju kota asal para leluhurnya, iaitu Hadramaut. Kota
yang bersinar dengan cahaya para auliya'. Perjalanan pertama ini adalah
atas titah dari nenek beliau (ibu dari ayahnya) seorang wanita shalihah
Fatimah binti Abdullah Allan. Dengan ditemani seorang yang mulia,
asy-Syaikh Muhammad Bazmul, beliau pun berangkat meninggalkan kota
kelahiran dan keluarga tercintanya. Setelah menempuh jarak yang begitu
jauh dan kepayahan yang tidak terbayangkan maka sampailah beliau di
kota Seiwuun sedang pamannya tercinta al-Allamah al-Habib Abdullah bin
Umar beserta kerabat yang lain telah menyambut kedatangannya di luar
kota tersebut.

Tempat tujuan pertamanya adalah kediaman seorang allamah yang
terpandang di masanya, al-'Arifbillah al-Habib Syaikh bin Umar bin
Saggaf". Sesampainya di sana Habib Syaikh langsung menyambut seraya
memeluk dan menciuminya, tanpa terasa airmata pun bercucuran dari kedua
matanya, sebagai ungkapan bahagia atas kedatangan dan atas apa yang
dilihatnya dari tanda-tanda wilayah di wajah beliau yang bersinar itu.
Demikianlah seorang penyair berkata, hati para auliya' memiliki mata
yang dapat memandang apa saja yang tak dapat dipandang oleh manusia
lainnya. Dengan penuh kasih sayang, Habib Syaikh mencurahkan segala
perhatian kepadanya, termasuk pendidikannya yang maksima telah
membuahkan kebaikan dalam diri Habib Abu Bakar yang baru beranjak
dewasa. Bagi Habib Abu Bakar menuntut ilmu adalah segala-galanya dan
melalui pamannya al-Habib Umar beliau mempelajari ilmu fiqih dan
tasawwuf.

Sabtu, 26 April 2014


Al Habib Al Imam Abdullah bin Alawi Al Haddad dilahirkan  pada malam Kamis
5 Shafar 1044 H di pinggiran kota Tarim, sebuah kota terkenal di
Hadhramaut, Yaman. Beliau bermadzhab Syafi'i. Nasabnya bersambung
sampai kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib RA, suami Sayyidatuna Fatimah binti
Rasulillah SAW.  
Ayahnya, Al Habib Alawi bin Muhammad
adalah seorang yang saleh dari keturunan orang-orang saleh. Di masa
mudanya, beliau berkunjung ke kediaman Habib Ahmad bin Muhammad
Al-Habsyi Sh�hibusy Syi'ib untuk memohon doa, Habib Ahmad berkata,
"Anak-anakmu adalah anak-anak kami juga, mereka diberkahi Allah."  
Saat
itu Habib Alwi tidak mengerti maksud ucapan Habib Ahmad. Namun, setelah
menikahi Salma, cucu dari Habib Ahmad bin Muhammad, Habib Alwi baru
sadar bahwa rupanya perkawinan ini yang diisyaratkan oleh Habib Ahmad
bin Muhammad dalam ucapannya.  
Sebagaimana
suaminya, Salma adalah seorang wanita yang sholihah. Dari istrinya ini,
Habib Alwi mendapat putra-putri yang baik dan saleh, di antaranya
adalah Abdullah.  
Ketika Habib Abdullah berusia 4
tahun, ia terserang penyakit cacar. Demikian hebat penyakit itu hingga
butalah kedua matanya. Namun, musibah ini sama sekali tidak mengurangi
kegigihannya dalam menuntut ilmu. Ia berhasil menghapal Quran dan
menguasai berbagai ilmu agama ketika terhitung masih kanak-kanak.
Rupanya Allah berkenan menggantikan penglihatan lahirnya dengan
penglihatan batin, sehingga kemampuan menghapal dan daya pemahamannya
sangat mengagumkan. 
Beliau sejak kecil gemar
beribadah dan riy�dhoh. Nenek dan kedua orang tuanya seringkali tidak
tega menyaksikan anaknya yang buta ini melakukan berbagai ibadah dan
riy�dhoh. Mereka menasihati agar ia berhenti menyiksa diri. Demi
menjaga perasaan keluarganya, si kecil Abdullah pun mengurangi ibadah
dan riy�dhoh yang sesungguhnya amat ia gemari. Ia pun kini memiliki
lebih banyak waktu untuk bermain-main dengan teman-teman sebayanya.
"Subh�nall�h, sungguh indah masa kanak-kanak...," kenang beliau suatu
hari.
Di kota Tarim, beliau tumbuh dewasa.
Bekas-bekas cacar tidak tampak lagi di wajahnya. Beliau berperawakan
tinggi, berdada bidang, berkulit putih, dan berwibawa. Tutur bahasanya
menarik, sarat dengan mutiara ilmu dan nasihat berharga.  
Beliau
sangat gemar menuntut ilmu. Kegemarannya ini membuatnya sering
melakukan perjalanan untuk menemui kaum ulama. Beliau ra berkata, "Apa
kalian kira aku mencapai ini dengan santai? Tidak tahukah kalian bahwa
aku berkeliling ke seluruh kota-kota (di Hadramaut) untuk menjumpai
kaum sholihin, menuntut ilmu dan mengambil berkah dari mereka?"  
Beliau
juga sangat giat dalam mengajarkan ilmu dan mendidik murid-muridnya.
Banyak penuntut ilmu datang untuk belajar kepadanya. Suatu hari beliau
berkata, "Dahulu aku menuntut ilmu dari semua orang, kini semua orang
menuntut ilmu dariku."  
"Andaikan penghuni zaman
ini mau belajar dariku, tentu akan kutulis banyak buku mengenai makna
ayat-ayat Quran. Namun, di hatiku ada beberapa ilmu yang tak kutemukan
orang yang mau menimbanya."  
Habib Abdullah
mengamati bahwa kemajuan zaman justru membuat orang-orang saleh
menyembunyikan diri; membuat mereka lebih senang menyibukkan diri
dengan Allah. "Zaman dahulu keadaannya baik. "Dagangan" kaum sholihin
dibutuhkan masyarakat, oleh karena itu mereka menampakkan diri. Zaman
ini telah rusak, masyarakat tidak membutuhkan "dagangan" mereka, karena
itu mereka pun enggan menampakkan diri," papar beliau.  
Beliau


Imam Ahmad bin Hambal berkata, "Sesungguhnya Allah telah
mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan
mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus
tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada
seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i".
NASAB BELIAU

Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin
Utsman bin Syaafi' bin As-Saai'b bin 'Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim
bin Al- Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin
Ka'ab bin Lu'ai. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah
shalallahu 'alaihi wassalam pada Abdu Manaf, sedangkan Al-Muththalib
adalah saudaranya Hasyim (bapaknya Abdul Muththalib).
TAHUN DAN TEMPAT KELAHIRAN

Beliau dilahirkan di desa Gaza, masuk kota 'Asqolan pada tahun 150 H.
Saat beliau dilahirkan ke dunia oleh ibunya yang tercinta, bapaknya
tidak sempat membuainya, karena ajal Allah telah mendahuluinya dalam
usia yang masih muda. Lalu setelah berumur dua tahun, paman dan ibunya
membawa pindah ke kota kelahiran nabi Muhammad shalallahu 'alaihi
wassalam, Makkah Al Mukaramah.
PERTUMBUHANNYA
Beliau tumbuh
dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung
bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh
semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau
mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh
anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai
sasaran dan hanya satu yang meleset.
Setelah itu beliau
mempelajari tata bahasa arab dan sya'ir sampai beliau memiliki
kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam
cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta
terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta
mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin
dan Imam atas orang-orang
KECERDASANNYA
Kecerdasan adalah
anugerah dan karunia Allah yang diberikan kepada hambanya sebagai
nikmat yang sangat besar. Di antara hal-hal yang menunjukkan
kecerdasannya:
1. Kemampuannya menghafal Al-Qur'an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun.
2. Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta' karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.
3.
Rekomendasi para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang
mengatakan bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari
Imam Asy-Syafi`i.
4. Beliau diberi wewenang berfatawa pada umur 15 tahun.
Muslim
bin Khalid Az-Zanji berkata kepada Imam Asy-Syafi`i: "Berfatwalah wahai
Abu Abdillah, sungguh demi Allah sekarang engkau telah berhak untuk
berfatwa."
MENUNTUT ILMU

Buta
di masa kecilnya. Keliling dunia mencari ilmu. Menghafal ratusan ribu
hadits. Karyanya menjadi rujukan utama setelah Al Qur'an.
Lahir
di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu
Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Ismail bin Al Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhari Al Ju'fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan
lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari.
Buyut
beliau, Al Mughirah, semula beragama Majusi (Zoroaster), kemudian masuk
Islam lewat perantaraan gubernur Bukhara yang bernama Al Yaman Al
Ju'fi. Sedang ayah beliau, Ismail bin Al Mughirah, seorang tokoh yang
tekun dan ulet dalam menuntut ilmu, sempat mendengar ketenaran Al Imam
Malik bin Anas dalam bidang keilmuan, pernah berjumpa dengan Hammad bin
Zaid, dan pernah berjabatan tangan dengan Abdullah bin Al Mubarak.
Sewaktu
kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu
beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim Al Khalil 'Alaihissalaam yang
mengatakan, "Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al
Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan
kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa". Ternyata pada pagi
harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan
penglihatan kedua mata putranya.
Ketika
berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau
melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah,
Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak sekali
jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu 'Ashim
An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al
Mughirah, 'Abdan bin 'Utsman, 'Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah
bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu'aisi, Muhammad bin
'Ar'arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, 'Abdullah bin
Raja', Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri',
Khallad bin Yahya, Abdul 'Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, 'Ali bin Al
Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu'aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin
Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid
beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal
adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih
Muslim.
Al


REPUBLIKA.CO.ID, Pada saat balatentara Islam berperang, kalah dan menang di beberapa penjuru bumi, di kota Madinah berdiam seorang ahli hikmah dan filsuf yang mengagumkan. Dari dirinya memancar mutiara yang cemerlang dan bernilai.

Ia senantiasa mengucapkan kata-kata indah kepada masyarakat sekelilingnya, "Maukah kamu sekalian, aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik. Amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat kalian. Lebih baik dari memerangi musuh dengan menghantam batang leher mereka, lalu mereka pun menebas batang lehermu, dan malah lebih baik dari emas dan perak?"

Para pendengarnya menjulurkan kepala mereka ke depan karena ingin tahu, lalu bertanya, "Apakah itu wahai, Abu Darda'?"

Abu Darda' menjawab, "Dzikrullah!"

Ahli hikmah yang mengagumkan ini bukannya menganjurkan orang menganut filsafat dan mengasingkan diri. Ia juga tidak bermaksud menyuruh orang meninggalkan dunia, dan tidak juga mengabaikan hasil agama ini yang telah dicapai dengan jihad fi sabilillah.

Abu Darda' bukanlah tipe orang semacam itu, karena ia telah ikut berjihad mempertahankan agama Allah bersama Rasulullah SAW hingga datangnya pertolongan Allah dengan pembebasan dan kemenangan merebut kota Makkah.

Abu Darda' adalah ahli hikmah yang besar di zamannya. Ia adalah sosok yang telah dikuasai oleh kerinduan yang amat besar untuk melihat hakikat dan menemukannya. Ia menyerahkan diri secara bulat kepada Allah, berada di jalan lurus hingga mencapai tingkat kebenaran yang teguh.

Pernah ibunya ditanyai orang tentang amalan yang sangat disenangi Abu Darda'. Sang ibu menjawab, "Tafakur dan mengambil i'tibar (pelajaran)."


REPUBLIKA.CO.ID, Isu bahwa kaum Muslimin tak bisa melahirkan bayi karena disantet oleh dukun-dukun Yahudi di Madinah, terjawab sudah. Seorang wanita mulia, putri Abu Bakar Ash-Shiddiq, telah melahirkan bayinya ketika sedang hijrah di Makkah ke Madinah menyusul teman-temannya seiman.

Ia tak lain adalah Asma' binti Abu Bakar yang melahirkan bayi laki-laki di Quba' dan diberinama Abdullah bin Zubair. Sebelum disusui, Abdullah bin Zubair dibawa menghadap Rasulullah SAW, ditahniq dan didoakan oleh beliau.

Abdullah yang memang lahir dari pasangan mujahid dan mujahidah ini berkembang menjadi seorang pemuda perwira yang perkasa. Keperwiraannya di medan laga, ia buktikan ketika bersama mujahid-mujahid lainnya menggempur Afrika, membebaskan mereka dari kesesatan. Pada waktu mengikuti ekspedisi tersebut, usianya baru menginjak 17 tahun. Namun begitulah kehebatan sistem tarbiyah Islamiyah yang bisa mencetak pemuda belia menjadi tokoh pejuang dalam menegakkan Islam.

Dalam peperangan tersebut, jumlah personil diantara dua pasukan jauh tidak seimbang. Jumlah pasukan Muslimin hanya 20.000 orang, sedangkan tentara musuh berjumlah 120.000 orang. Keadaan ini cukup membuat kaum Muslimin kerepotan melawan gelombang musuh yang demikian banyak, walau hal itu tdak membuat mereka gentar. Sebab bagi mereka, perang adalah mencari kematian sedangkan ruhnya bisa membumbung menuju surga sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!"

Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.

"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.

"Emas seberat biji kurma," jawabnya.

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika Rasulullah memasuki kota Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Maka beliau pun turun dari atasnya dengan penuh harapan dan kegembiraan.

Salah seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam ruma. Nabi SAW pun mengikuti sang pemilik rumah.

Siapakah orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah dalam hijrahnya ke Madinah ini, di saat semua penduduk mengharapkan Nabi mampir dan singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.

Pertemuan ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat dalam baiat Aqabah Kedua, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.

Dan kini, ketika Rasulullah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai pusat agama Allah, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah terlimpahkan kepada Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat pertama yang didiami Rasulullah. Beliau akan tinggal di rumah itu hingga selesainya pembangunan masjid dan bilik beliau di sampingnya.





As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid 'Alawi bin Sayyid 'Abbas bin Sayyid 'Abdul 'Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy'ari asy-Syadzili lahir di kota suci Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam

Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul "Hadist al-Jumah".

Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da'wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.

Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.

Setelah wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta'limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta'lim dan pondok di rumah beliau.

Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.




Beliau adalah Ad Da'i ilallah Al Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Alaydrus, salah seorang ulama kharismatik yang disegani di Malang. Beliau lahir di Malang pada 21 Juli 1953.

Pendidikan dasarnya diperoleh di Madrasah Ibtidaiyah At-Taraqqie, Malang, yang pada saat itu dikelola pamannya sendiri, Al Ustadz Al Habib Alwi bin Salim Al-Aydrus.
Selesai dari Madrasah Ibtidaiyyah, beliau melanjutkan pendidikan Tsanawiyah di Ponpes Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang. Di pondok pesantren ini, beliau belajar dasar-dasar ilmu hadits langsung dari Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih yang di kemudian hari menjadi mertuanya.

Selepas dari Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah, sekitar tahun 1977, Al Habib Sholeh Bin Ahmad Al Aydrus mendapat tawaran beasiswa dari negeri Yordania dan Libya. Namun putra (alm.) Al Habib Ahmad Bin Salim Al Aydrus ini tidak menerima tawaran beasiswa tadi. Beliau justru memutuskan berangkat ke Makkah Al Mukarramah untuk berguru kepada As Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Al Hasani.

Ihwal dipilihnya Makkah sebagai tempat tholabul 'ilmi (menuntut ilmu) tidak terlepas dari isyarah dari Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid (Tanggul) yang menyuruh Al Habib Sholeh pergi ke Makkah Al Mukarromah. "Tuntutlah ilmu ke Habibmu di Madinah Al Munawarrah," kata Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid kepada beliau yang masih ada ikatan keluarga. Yang dimaksud habib di sini adalah Rasulullah SAW.

Sehari setelah mendapat isyarah dari Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid, beliau diberitahu pamannya bahwa dirinya sudah ditunggu oleh Abuya Al Maliki di Makkah. Akhirnya berangkatlah Al Habib Sholeh meninggalkan Indonesia untuk berguru kepada Al-Imam As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki.