Jumat, 28 Maret 2014

 
MAJLIS NURUL MUSTHOFA 
        
Majlis Nurul Musthofa
 adalah saah satu media untuk mendekatkan diri kepada Allah dan Rasulullah SAW, yang didirikan pada tahun 2000 oleh Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf. Nurul Musthofa diambil dari nama Rasulullah SAW yang artinya “Cahaya Pilihan”. Bermula dari pengajian Al-Qur’an dan Zikir-zikir yang keliling dari rumah-kerumah.   
         
Pada tahun 2001 dengan izin Allah SWT, Majlis Nurul Musthofa kedatangan Al Habib Umar Bin Muhammad Bin Hafidz.BSA dan Al Habib Anis Bin Alwi Al Habsyi, nama ini di ijazahkan dan diresmikan oleh beliau-beliau, maka pada tahun yang sama pertama kali dikenalkan sejarah Rasulullah SAW dengan pembacaan Al-Qur’an, Zikir-Zikir dan nasehat agama yang berkembang pesat yang bermula dari 10 orang sehingga menjadi ratusan orang.   
        
Maka pada tahun 2002
, berdatangan kembali para ulama-ulama dari Saudi Arabia, Yaman, Madinah, Malaysia, dan banyak lagi para ulama yang memberikan ilmu-ilmu Allah diantaranya Al Habib Salim Assyatiri yang memberi ijazah membaca 129 kali Yaa Latif sehabis Sholat kepada para Jama’ah.   
     

Pada tahun 2003
, Majlis Nurul Musthofa mulai berpindah-pindah tempat yang asalnya dari rumah menuju ke Masjid-Masjid, sehingga hamper kurang lebih 50 Masjid mendakwahkan ilmu-lmu agama dengan pembacaan kitab Nasahadiniyyah, yang dikarang oleh Al Habib Abdulloh Bin Alwi Al Haddad.   
    
Pada tahun 2004
, Majlis Nurul Musthofa dari yang ratusan menjadi ribuan orang, yang ditambah orang dengan Mo’idzoh Hasanah oleh guru-guru diantaranya, KH. Abdul Hayyie Naim, Ust. Adnan Idris, Ust. Imam Wahyudi, dan mashi banyak lagi yang lain untuk mendakwahkan ilmunya dan menuangkan ilmunya di Majlis Nurul Musthofa.   
        
Pada tahun 2005
, Majlis nurul Musthofa mengokohkan yayasan “Nurul Musthofa”, yang diketuai oleh saudaranya Al Habib Abdulloh Bin Ja’far Assegaf dan Al Habib Musthofa Bin Ja’far Assegaf, maka mendapatkan izin resmi dari Departemen Agama RI.               

Pada tahun 2006
, Majlis Nurul Musthofa berkembang pesat dari 50 Masjid menjadi 250 Masjid di Jakarta, Syiar ini diterima oleh semua kalangan, dan pada tahun ini pula berdiri rumah kediaman Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf di Jakarta sebagai sekretariat Nurul Musthofa. Pada tahun 2007, Majlis Nurul Musthofa mendirikan Majlis sementara yang sedang dibangun seluas 700 meter dibelakang rumah kediaman Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, yang Insya Allah akan berdiri pada tahun 2008 sebagai aktifitas pengajar sehari-hari di Majlis Nurul Musthofa.    Nb : Dukungan dan bantuan do’a kami harapkan dari Jama’ah, Terima Kasih. 
 "Istana Seggaf " Jl. RM. Kahfi I GG. Manggis RT.01/01 No. 9A Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630, Indonesia. No. Telepon : 021-7865854 


Bpk Abdulrahman, Telp. 0813-11130261 E-Mail: abdurrahman@nurulmusthofa.org 
Zaenal Arifin, Telp. 0813-82996003 E-Mail: zaenal@nurulmusthofa.org .

Dengan karya karya terjemahannya, ia berharap akan semakin banyak pelajar dan peminat ilmu ilmu agama yang dapat mengetahui informasi yang terkandung di dalam kitab kitab peninggalan para ulama terdahulu itu.

Habib Abdul Qodir bin Ahmad MauladdawilahSejak lama masyarakat islam Indonesia mengenal istilah Kitab Kuning. Namun, sekalipun akrab dengan istilah itu, sebagian besar umat islam Indonesia pada kenyataan nya belum mengakrabi isinya, bahkan membacanya pun masih sulit. Padahal, kitab kitab karya peninggalan para salaf itu menyimpan banyak informasi keilmuan yang sangat penting.
Berangkat dari kondisi itulah, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Mauladdawilah, da’i muda kelahiran Malang 29 September 1981, sejak sekitar setahun silam menerbitkan sejumlah buku yang merupakan hasil terjemahannya dari kitab kitab karya para ulama salaf. Dengan karya-karya terjemahannya itu, ia berharap akan semakin banyak pelajar dan peminat ilmu-ilmu agama yang dapat mengetahui informasi yang terkandung di dalam kitab kitab peninggalan para ulama terdahulu itu.
Himmah Menyala-nyala
Setelah menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di SD At-Taroqi Malang, tahun 1994 Habib Abdul Qodir masuk Pondok Pesantren Darut Tauhid, yang juga terletak di kota Malang, dibawah asuhan Ustadz Abdullah Awadh Abdun. Pilihan nya jatuh pada Pesantren Darut Tauhid, karena di pesantren itu terselenggara pendidikan agama dan pendidikan umum secara bersamaan.
Setelah sekitar 2 tahun mondok di Darut Tauhid, ia masuk PIQ (Pesantren Ilmu AlQuran), Malang, asuhan K.H. Bashori Alwi, juga selama sekitar dua tahun. Ia dekat dengan Ustadz Luthfi Bashori, salah seorang pengajar di PIQ yang juga putra Kiyai Bashori Alwi, pengasuh PIQ. Dari kedekatan nya itu pula ia mulai tertarik untuk melanjutkan pelajaran di Arab Saudi, Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Ustadz Luthfi Bashori sendiri adalah salah seorang lulusan Pesantren Al-Maliki.
Setelah 2 tahun di PIQ, ia mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan pelajarannya di Pesantren Al-Maliki, mengurus surat surat, perizinan, dan segala sesuatunya. Rupanya, proses pengurusan yang telah memakan waktu cukup lama itu tidak kunjung selesai. Ia khawatir, himmahnya yang sedang memuncak akan luntur. Maka mulailah ia mencari negara tujuan alternatif. Pilihannya jatuh pada Hadhramaut, di Pesantren Darul Musthafa.
Namun orangtua nya justru mengingatkan bahwa kondisi di Hadhramaut itu tidak senyaman Saudi. Fasilitas kota, keamanan wilayah, dan sebagainya, masih sangat minim. Tapi tekadnya telah meneguhkan kakinya untuk terus melangkah menuju Hadhramaut. Semangatnya untuk menimba ilmu di luar negeri memang sedang menyala nyala. Apalagi ternyata proses pengurusan perizinan dan sebagainya cukup mudah, tidak bertele tele. Setelah segala sesuatu yang diperlukan selesai dipersiapkan, terbanglah Habib Abdul Qodir ke Hadhramaut.
Delapan Tahun di Darul Musthafa

Sesampainya di Darul Musthafa, pertama kali ia duduk di Halaqah Syaikh Muhammad Al-Ahdal. Tapi baru saja beberapa hari berselang, Habib Umar bin Hafidz membuka halaqah baru yang diperuntukkan bagi murid murid baru. Melihat hal itu, ia langsung berinisiatif pindah ke halaqah Habib Umar, sekalipun pelajaran di halaqah itu dimulai dari dasar sekali, sedangkan ia sendiri sebenarnya telah memiliki sedikit bekal dari yang telah ia dapat sewaktu mondok di Darut Tauhid dan PIQ, Malang. Rupanya ia sendiri berpandangan, sewaktu berada di Tarim, ia akan mulai segala sesuatunya dari nol lagi.
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Mauladdawilah bersama habib Muhammad Syahab dan habib Hud Albagir Alathos

Di tengah riuh ramainya bumi Indonesia dengan persoalan-persoalan di segala lini kehidupan, muncullah sosok Habib Syekh “the Contender” yang datang menandingi (melawan) dengan “Gerakan Shalawat”nya.

Profil Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf (Pengasuh Majelis Ahbabul Musthofa)
“Rasul adalah orang yang paling bahagia jika umatnya bisa bahagia. Salawat kepada Nabi bisa disuarakan dalam kondisi apapun, bahkan saat harus berjuang menegakkan kebenaran”, kata Mahfud MD dalam Pengajian Akbar IPHI bersama Habib Syekh yang dihadiri ribuan umat muslim di Lap. Kota Barat, Solo (7/4/2012)
Orang boleh jadi belum mengenal Habib Syekh, tapi cepat atau lambat, Sang Habib akan segera datang menyapa dengan lantunan suara salawat yang begitu merdu, tentu beserta dengan ribuan lebih jamaah setia yang sudah lebih dulu “akrab” dengannya. Suaranya yang berat, berwibawa lagi khas tidak hanya “menyihir” (menghipnotis) ribuan jamaah, tapi juga “menghentak” para kawula muda yang biasanya dengan berpakaian putih-putih mendatangi pengajian. Mereka berarak-arakan mengibarkan bendera layaknya sebuah konvoi. Tidak sembarang bendera, tapi bertuliskan “Syekher Mania ”, dan juga ada bendera-bendera lain yang berkibar mendampingi seperti bendera “Slankers” dan supporter bola tertentu.
Siapa Sang Habib Itu?
Habib Syech bin Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf . Beliau adalah tokoh Alim dan Imam Masjid Assegaf yang berada di Pasar Kliwon kota Solo. Berawal dari Pendidikan dari guru besarnya sekaligus Ayahanda, Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf mendalami Ilmu agama berlanjut ke paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaut. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam Al-Arifbillah, Al-Habib Anis bin Alwiy Al-Habsyi “Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi”. Berawal dari dukungan beliau, Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf mensyiarkan sekaligus mengumandangkan Sholawat Nabi yang berawal di kota Solo. Dengan penuh keyakinan dan niat lillahi ta’ala, perkembangan syi’ar sholawat beliau sampai saat ini semakin pesat. Namun hal ini juga tak terlepas dari peran serta Majelis Ahbabul Musthofa.
Majelis Ahbabul Musthofa sendiri berdiri sekitar tahun 1998 di kota Solo, tepatnya di kampung Mertodranan. Berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror, Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW melalui lantunan sholawat.
Perjalanan hidup Habib kelahiran Solo, 20 September 1961, ini cukup berliku. Beliau pernah jaya sebagai pedagang tapi kemudian bangkrut. Di saat sulit itu, justru Sang Habib tampil melakukan dakwah menggunakan “kereta angin” ke pelosok-pelosok untuk melaksanakan tugas dari sang guru, almarhum Habib Anis bin Alwi Alhabsyi, imam masjid Riyadh, Gurawan, Solo. Pada saat itu Habib Syekh bin Abdul Qadir Asseggaf juga sering diejek sebagai orang yang tidak punya pekerjaan dan habib jadi-jadian. Namun Habib Syekh tidak pernah marah atau mendendam kepada orang yang mengejeknya. Justru sebaliknya, beliau tetap tersenyum dan terkadang berderma (memberi sesuatu) kepada orang tersebut.
Habib Syech bersama putranya Yik Thoha bin Syech
Habib Syech bersama putranya Yik Thoha bin Syech
Meski berdakwah dalam kondisi yang serba “pas-pasan”, tidak jarang Sang Habib pun tetap mengusahakan membawa nasi bungkus, untuk dibagi-bagikan kepada jamaahnya di pelosok-pelosok kampung. Taklimnya saat awal-awal adalah dari kampung ke kampung di seputaran Solo dan Jawa Tengah, serta terkadang juga diselenggarakan di daerah Kebagusan. Kini dakwah Sang Habib tidak hanya bisa dinikmati oleh segelintir penduduk kampung saja, tapi sudah meluas ke berbagai daerah di tanah air dan bahkan di luar negeri. Tembang-tembang sholawatnya pun telah beredar luas di dunia maya dan siap untuk diunduh, termasuk NSP (Nada Sambung Pribadi)-nya.
Syi’ir Jawa, Sholawat Khas Sang Habib Yang “Menyihir”,
Selain mencipta sendiri, Habib Syekh juga membawakan (mempopulerkan) kembali qashidah lama yang dikemas sedemikian rupa iramanya sehingga barang “lama”(tradisional) itupun seakan menjadi “baru” dan lebih menggoda telinga (indah) untuk terus mendengarnya, seperti yang berikut ini. (Satu lagi, Sholawat Syiir Jawa “Padang Bulan”, di bagian akhir tulisan ini).
Habib Syech bin abdul qodir assegaf
Sholli wa sallim daa’iman ‘alahmada
Sholli wa sallim daa’iman ‘alahmada
Wal ali wal ashaa biman qod wahhada
Wal ali wal ashaa biman qod wahhada
Eman lo wong Islam, ninggal Sholat wengi
Sak ben dalu turu, ora gelem tangi
Sholat wengi ngono, disenengi Gusti
Sopo gelem nyuwun, pasti di paringi
Sholat limang waktu, ayo podo njogo
Jama’ah nang masjid, bareng sak kluwargo
Ganjarane slawe, celengan suwargo
Malah biso dadi, pitu likur ugo
Yen Sholat kesusu, ora biso pernah
Rukuk lan sujude, ditoto sing genah
Sing khusyu’ lan khudhur, ugo tumakninah
Ngerteni sing wajib, lan ngerti sing sunah
Yen rumongso sugih, itungen donyone
Bagiane Zakat, ojo dilalekne
Dulur karo tonggo, sing podo miskine
kabeh podo nunggu, zakat bagiane
Yen karo tonggone, Sing apik atine
Yen kahanan longgar, mikiro butuhe
Sajak perlu utang, enggal di peringne
Nanging ojo nganti, njaluk anak ane
Ayo do ngurangi, nonton televisi
Timbang nonton TV, luweh becik ngaji
“Ahbaabul Musthofa” wadah kanggo ngaji
Kumpul poro Habaib lan poro Kyai
Eman lo wong ngaji, campur lanang wadon
Campur lanang wadon, lamun dudu mahrom
Biso biso malah, nglakoni sing harom
Ilmu gak manfa’at, rusak malah klakon
Lanang karo wadon, manggon sepi sepi
Nyanding senggal senggol koyok kebo sapi
Ngunu kuwi duso, nurut poro nabi
Ojo di terusno, yen durung di rabi
SYI’IR PADANG BULAN
(Allohumma Sholli wa Sallim ‘alaa sayyidinaa wa maulanaa Muhammadin) 2X
(‘Adada maa fii ‘ilmillahi Sholatan daaimatan bidawaami mulkillaahi) 2X
(Padang bulan, padange koyo rino.
Rembulane sing ngawe-awe) 2X
Ngelengake, ojo turu sore.
(E… Kene tak critani, kanggo sebo mengko sore) 2X
(Lamun wong tuwo, Lamun wong tuwo keliru mimpine
Ngalamat bakal, Ngalamat bakal getun mburine) 2X
Wong tuwo loro, kundur ing ngarso pengeran
(Anak putune, rame rame rebutan warisan) 2X
(Wong tuwa loro, ing njero kubur anyandang susah
Sebab mirsani, putera puterine ora ngibadah (dho
pecah belah)) 2X
Kang den arep-arep, yoiku turune rahmat
(Jebul kang teka – Jebul kang teka, nambahi fitnah) 2X
(Iki dino, ojo lali lungo ngaji
Takon marang, Kyai Guru kang pinuji) 2X
Enggal siro, ora gampang kebujuk syetan
(Insya Alloh, kito menang lan kabegjan) 2X
(Jaman kepungkur, ono jaman jaman buntutan
Esuk-esuk, rame rame luru ramalan) 2X
Gambar kucing, dikira gambar macan
(Bengi diputer – bengi diputer, metu wong edan) 2X
(Kurang puas kurang puas, luru ramalan
Wong ora waras wong ora waras, dadi takonan) 2X
Kang ditakoni, ngguyu cekaka’an
(Jebul kang takon – jebul kang takon, wis ketularan) 2x
Jadwal Pengajian Rutin
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf bersama tim Hadroh Ahbaabul Musthofa Kudus
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf bersama tim Hadroh Ahbaabul Musthofa Kudus
Pengajian Rutin Malam Kamisan
Bertempat di Ndalem Guru Mulia Al Habib Syekh Abdul Qodir Assegaf, Jl.Bengawan Solo 6, No.12,
semanggi kidul Solo.
Pengajian Rutin Lapanan
Malam Sabtu Kliwon di Masjid
Agung Baitul Makmur Purwodadi-
Grobogan.
Malam Rabu Pahing di Halaman
Masjid Agung Kudus.
Malam Sabtu Legi di Halaman
Masjid Agung Baitul Makmur
Jepara.
Malam Ahad Pahing di Masjid
Assakinah, Puro Asri, Sragen.
Malam Jum’at Pahing di Halaman
PP. Minhajuttamyiz Timoho,
belakang UIN Sunan Kalijaga.
Malam Ahad Legi di Halaman
Masjid Agung Surakarta
Beliau dilahirkan sebelum fajar hari senin, 4 Muharram 1383 H / 27 Mei 1963M di Kota Tarim. Di kota yang penuh berkah inilah beliau tumbuh dan menerima didikan agama serta menghafal kitab suci al-Quran dalam keluarga yang terkenal iman, ilmu dan akhlak yang luhur. Guru pertamanya sudah tentu ayah beliau yaitu Habib Muhammad bin Salim yang juga merupakan Mufti Kota Tarim al-Ghanna itu.

1. Nasab
Beliau adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abd-Allah putera dari Abi Bakr putera dari‘Aidarous putera dari al-Hussain putera dari al-Shaikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari ‘Abd-Allah putera dari ‘Abd-al-Rahman putera dari ‘Abd-Allah putera dari al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf putera dari Muhammad Maula al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera dari Muhammad Sahib al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari ‘Ubaidallah putera dari al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad putera dari ‘Isa putera dari Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera dari Ja'far al-Sadiq putera dari Muhammad al-Baqir putera dari ‘Ali Zain al-‘Abidin putera dari Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad s.a.w.

2.Biografi
Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. 
Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan.

Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da'wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikr.
MainImage_HabibUmar_Vertical.jpg
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk salat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya pada masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
 
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah.
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya.